Nama : Ahmad
Nasir
Tugas :
Analisis Politik; Anas Urbaningrum
Saat ini posisi politik Ketua Umum
Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, semakin terpojok. Terutama setelah Angelina
Sondakh ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Beberapa waktu lalu, Angie (demikiaan
sapaan Angelina Sondakh) berziarah ke makam suaminya, Ajie Masaid. Entahlah,
apa tujuan Angie datang kesana?
Mungkin, ini semacam acara “meminta
empati publik” seperti yang dilakukan Afriyani Susanti beberapa waktu lalu,
saat dia hujan tangis, memohon maaf karena sudah “menghabisi” 9 nyawa manusia.
Dalam situasi seperti ini, banyak
orang berandai-andai soal nasib Bung Anas Urbaningrum. Ada yang berteori: “Anas
tetap kokoh. Dia didukung oleh Pak SBY, plus tentunya dukungan Ibu Ani
Yudhoyono. Posisi Anas tetap kuat. Dia akan aman melenggang sebagai Ketua Umum
PD sampai tahun 2015 nanti.” Tetapi ada juga yang berteori: “Wah, posisi Anas
sangat riskan. Dia tak akan bertahan lama.” Kenapa bisa begitu, Bung? “Ya,
karena citra Partai Demokrat semakin ringsek. Kalau Anas tidak segera
dilengserkan, Partai Demokrat bakal tamat.” Atau mungkin ada yang berteori:
“Anas, bisa kuat, bisa lemah. Tergantung situasi dan kondisinya.”
Kalau saya percaya, bahwa Anas akan
terguling. Dia akan terjungkal, ini adalah keyakinan saya pribadi. Yang Bisa
benar dan bisa tidak.
Hal ini bukan soal analisis kasus Wisma Atlet, kasus
Munas Demokrat di Padalarang, atau kasus Hambalang. Bukan juga masalah
hitung-hitungan politik seperti yang kerap ditunjukkan oleh Burhanuddin Muhtadi
atau Eep Saefullah Fatah. Karena terus terang saya pribadi kurang begitu
mengerti akan arti politik yang sebanarnya, Bukan juga karena hitung-hitungan
logika hukum versi KPK, atau versi KOMPAS,. Bukan pula karena
hitung-hitungan survei yang macam-macam. Bukan semua itu.
Mari kita buka lembaran-lembaran
sejarah lagi. Dalam Pemilu 2004, kita harus ingat Bung Anas Urbaningrum masuk
dalam jajaran anggota KPU. Ketika itu KPU dilanda kemelut hebat. Beberapa
pejabat KPU didakwa melakukan perbuatan korupsi (melawan hukum). Akibatnya,
sebagian dari mereka mendapat sanksi hukuman, seperti Prof. Dr. Nazaruddin
Syamsuddin, Prof. Dr. Mulyana W. Kusumah, dan lainnya. Pejabat-pejabat itu
harus dihukum, dan kini sudah bebas dari hukuman.
Sebenarnya, Anas ketika itu tersangkut
masalah-masalah di KPU. Namun dia cepat-cepat berlindung di balik punggung Pak
SBY dan Partai Demokrat. Di tangan PD, posisi Anas aman, nyaman, terkendali,
dan berkemajuan. Pendek kata, ketika kawan-kawan Anas sudah dijebloskan ke
penjara, Anas sendiri selamat, sehat, sentausa, bernaung di bawah perlindungan
politik Partai Demokrat.
Tentu saja, sikap Anas ini amat
sangat menyakitkan bagi kawan-kawannya di KPU. Anas dianggap mau selamat
sendiri, mencari aman, dan tidak solider dengan nasib kawan. Ketika geger KPU
versi 2004 itu mencuat, salah satu delik yang dituduhkan ke Anas ialah:
menerima gratifikasi (suap). Anas benar-benar menerima uang itu, meskipun bukan
dia sendiri yang memakainya. Ketika ditanya, bagaimana status uang tersebut?
Anas mengaku, kurang lebih: “Uang itu tidak haram, tapi juga tidak halal.
Jadi statusnya syubhat.” !! Kalau tahu uang syubhat, seharusnya dijauhi.Tapi
kenapa ini malah dibagi-bagikan ke para kawan dan kolega.
Setelah masuk Demokrat, Anas bukan
saja terlindungi, tetapi semakin mencorong pamornya. Karier politik Anas
melesat jauh tinggi. Dalam konteks
sejarah Anas di masa lalu; sikapnya yang mencari selamat, tidak solider kepada
kawan, dan juga kenyataan bahwa kawan-kawannya sudah dijebloskan ke penjara;
tampaknya Anas akan mengikuti langkah itu.
Secara logika politik manusia bisa
ngomong apa saja, selicin komentar-komentar Burhanuddin Muhtadi, sang pakar
“politico mathematic” (mengkaji politik dengan pola pikir Matematik,) yang saya
pernah liat pada acara di TV ONE. Tetapi dalam rentangan sejarah dan hukum
keadilan; Anas tidak akan bisa lari. Para Malaikat sudah menandai punggung dan
dahinya. Hanya tinggal menanti momen yang tepat.
Bung Anas pasti terjungkal… Sebagai sunnah berlakunya
hukum keadilan dalam kehidupan. Bukan hanya Bung Anas, tetapi juga “Bos Besar”
dan “Ketua Besar”
Mungkin hanya itu analisis yang bisa sampaikan,
sebatas pengetahuan dan kemampuan saya dalam bidang ini. Karena setahu saya
dalam penganalisaan data diperlukan beberapa teory yang mendukung misalnya
dengan berbagai pendekatan ataupun dengan teori matematika dan pendekatan Fungsionalisasi Theory.
Namaun setelah data terkumpul tetap saja saya merasa bingung untuk
menuangkanya. Wallahualam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar